Jumat, 01 Juli 2016

Shock Culture

Bersama bang Adil (kiri) dan salah satu pelajar (tengah)
Minggu pertama ternyata bukanlah minggu yang mudah. Maksud hati ingin melarikan diri dari rutinitas di Indonesia, ternyata di sini saya malah menemukan tantangan baru. Sepertinya niat dari awal masih kurang pas. Tradisi yang berbeda, bahasa yang berbeda, dan beberapa hal lain yang berbeda membuat penyakit langganan para perantau, homesick dan shock culture hinggap menghampiri. Sebelumnya, saya yakin bahwa saya tidak akan mengalaminya, ternyata keyakinan saya salah.

Ketika mandi, saya juga merasakan air yang berbeda dari biasanya. Airnya agak lengket dan berbau. Awalnya saya biarkan saja, tetapi lama kelamaan malah membikin kulit gatal-gatal. Sampai disini masih belumlah menjadi masalah yang berarti bagi saya. DAlam hal makanan juga banyak yang berbeda. Saya tidak tahu sama sekali makanan apa yang disajikan, hanya tahu bahan-bahannya. Bagi saya yang sudah sering makan makanan yang rasanya tidak karuhan, ini juga bukanlah masalah berarti.

Ada yang unik dalam tradisi makan bersama disini. Kami setiap makan siang selalu bersama-sama dengan baboh dan keluarga, kadang juga dengan tetangga. Setip makan, salah seorang dari kami mengambilkan nasi untuk semuanya. Sedangkan lauk dan sayuran mengambil sendiri-sendiri. Selalu seperti itu baik ketika acara formal maupun makan bersama biasa seperti saat siang itu.

Satu-satunya yang mangganjal bagi saya adalah masalah bahasa dan berbaur dengan lingkungan. Saya bukanlah orang yang pandai bergaul dengan orang-orang baru. Ditambah dengan bahasa Thailand yang sama sekali tidak bisa saya pahami. Saya sendiri bingung, apakah saya makhluk planet asing yang turun ke bumi ataukah saya makhluk bumi yang turun di planet asing.

Jika saya melihat ke alam sekitar, ini persis seperti bumi. Pepohonan hijau yang masih rimbun. Gunung disebelah timur yang menjulang, Dan juga matahari yang masih bersinar terbit dari timur. Tetapi jika mendengarkan percakapan orang-orang, saya seperti makhluk asing ditengah sekelompok manusia. Untung saja masih ada bang Adil dan Ma’shofi yang menerjemahkan bahasa walaupun terkadang juga tidak dapat saya pahami.

Di minggu-minggu pertama ini, saya juga tidak tahu harus ngapain, disuruh apa atau harus bagaimana. Sudah terbiasa dengan jadwal penuh hampir tidak ada waktu istirahat, hari-hari yang kosong membuat saya seperti orang yang baru diputusin pacarnya –walaupun saya belum pernah punya pacar  tetapi sering patah hati-, galau tidak karuhan. Memang saya juga masih manusia, kerjaan numpuk, menggerutu, tidak ada kerjaan, sambat.

Dari informasi yang saya peroleh, ada teman yang sudah mendapat jadwal mengajar tetap, ada yang ditambah mengurusi kegiatan ekstra. Sedangkan saya masih kluntang-kluntung tidak jelas. Lha wong ngomong dengan mereka saja masih a u a u. Orang-orang banyak yang mengerjakan ini itu, abang adil dan ma’shofi juga membantu ini itu. Membuat saya merasa nggak enak sendiri karena tidak tahu harus membantu apa. Kembali muncul pertanyaan dalam diri saya, “terus ngapain saya kesini jika tidak berbuat apa-apa”.

Yang juga tidak enak, ketika dibanding-bandingkan dengan mahasiswa yang sebelumnya juga pernah kesini. Semua orang bertanya, “bang, ruu cak bang waki may?” “bang, kenal bang waki tidak?”. Lalu mengatakan keunggulan-keunggulannya. Sekali dua kali masih bisa memaklumi. Lama-lama, ketika mengetahui saya belum bisa bahasa Thailand, selalu membandingkan dengan mahasiswa sebelum saya. “Dia pandai bahasa Thailand, inggris dan juga arab, dia juga periang”. Seakan-akan mereka mengolok saya sebagai mahasiswa yang tidak bisa apa-apa. Bahkan saya belum ada seminggu seakan sudah dituntut untuk lancar bahasa Thailand. Juga belum mendapatkan tugas yang pasti seakan sudah dituntut menunjukkan kemampuan. Kembali pertanyaan menghinggapi, “Ke Thailand, apa yang kau cari? Ke Thailand mau ngapain?”.

Sepertinya memang saya harus mengubah niat. Juga harus banyak-banyak belajar bahasa Thailand.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sing Nulis

authorMahmud Rofi'i. I'm no body.
Learn More ?