Sabtu, 30 Juli 2016

Saya Jatuh Cinta




Cinta ini mungkin cinta yang terlambat, saya menceritakan ini juga cerita yang terlambat. Entah kapan pertama kali saya merasakannya. Cinta ini bukan cinta seperti cintanya Romeo kepada Juliet, juga bukan cintanya Yusuf kepada Zulaikha apalagi qais kepada Laila. Dan yang pasti, bukan seperti cintanya jomblo kepada kekasih dambaan hati yang hanya ada di alam mimpi. Hingga akhirnya ngowoh tiada bertepi.

Cinta-cinta seperti yang dimiliki oleh duo pasangan legendaris dalam dunia fiksi, Romeo Juliet dan Qais Laila adalah cinta buta yang melupakan mereka dengan dunia. Mencampakkan mereka menjadi budak-budak cinta tersebut. Membuat mereka tidak peduli dengan apa yang terjadi disekeliling mereka. Jangankan peduli dengan sekeliling, jangankan peduli dengan tetangga mereka yang kelaparan, jangankan peduli kepada nasib rakyat yang termiskinkan, kepada orang-orang yang mencintai mereka saja mereka tidak peduli. Walaupun saya percaya tentang cinta buta, tetapi saya bukan penganut faham cinta buta tersebut.

Sekali lagi, cinta ini bukan cinta seperti itu. Cerita ini juga bukan cerita seperti itu. Setiap kali orang mengatakan cinta, entah kenapa dalam fikirannya selalu tertuju pada kisah cinta seorang laki-laki dan perempuan. Apakah cinta hanya terbatas pada itu saja?. Ini bukan protes seorang jomblo, karena saya bukan jomblo, tetapi single. Bedakan itu. Single itu prinsip, jomblo itu nasib. Kalau seumpama terkadang saya mengaku jomblo, ya memang  prinsip saya menjadi single dan di sisi lain nasib saya menjadi jomblo yang tidak berani menyatakan cinta. Hingga akhirnya ngowoh tiada bertepi.

Dari caranya berpikir, dari caranya bertindak, dari caranya memandang suatu persoalan, dari caranya memecahkan persoalan tersebut, begitu menginspirasi. Dan terkadang, mengharukan. Dari kisah-kisahnya, dari rekam jejaknya, dari hasil yang diperbuatnya, mengagumkan. Saya mungkin hanya seorang dari puluhan ribu atau bahkan ratusan ribu orang lain yang juga terinspirasi dari diri beiau. Dan akhirnya, memaksa saya untuk jatuh cinta terhadap sosok beliau.

Beliau terlahir sebagai keluarga miskin dengan nama Dahlan. Masyarakat mengenalnya dengan nama Dahlan Iskan. Beliau yang juga syekher mania itu, pernah memiliki mimpi yang sangat sederhana di masa kecilnya, memiliki sepatu. Mimpi yang bagi orang lain bukanlah mimpi. Terlahir dari keluarga miskin tidak membuatnya putus asa, bahkan terbukti meraih sukses seperti yang dilihat masyarakat sekarang ini. Dan sekarang, beliau sudah bahagia dan menikmati masa tuanya.

Saya mendengar nama beliau untuk pertama kali entah pada tahun berapa. Setelah saya membaca kisah-kisah beliau dari berbagai tulisan, dan juga setelah saya membaca-baca tulisan beliau, entah kenapa jadi ngefans kepada beliau. Tetapi sepertinya ini bukan sekedar kagum, tetapi lebih ke jatuh cinta, saya jatuh cinta kepada beliau. Sebenarnya tidak hanya kepada beliau saya jatuh cinta, terhadap tokoh lainpun juga ada. Hanya saja untuk kali ini, saya ungkapkan saja terlebih dahulu kecintaan saya kepada beliau.

Ada berbagai kisah menarik, menginspirasi, mengharukan dan terkadang lucu. Sya hanya mengisahkan beberapa saja, diantaranya ketika beliau menjadi menteri BUMN pada era pak SBY. Suatu ketika, pak Dahlan melakukan rapat koordinasi dengan beberapa menteri. Seusai rapat, beliau langsung dikerubungi wartawan yang hendak melakukan wawancara. Seusai wawancara, beliau dengan percaya diri membuka pintu salah satu mobil di depannya. Para wartawan yang mengetahui bahwa itu bukan mobil beliau langsung berkata, “mobilnya bukan itu pak.” Pak Dahlan sesaat langsung sadar sambil nyengir, “Oh ternyata bukan mobil saya yah, saya sudah GR kok mobil saya bagus banget.” Mobil tersebut sebenarnya adalah mobil milik pak Hatta Rajasa.

Juga ketika beliau blusukan. Sebelum kata “blusukan” populer sperti sekarang ini, beliau sudah sering blusukan ke desa-desa. Dan salah satu kebiasaan beliau adalah menginap di rumah gedek milik petani. Tidak banyak yang tahu tentang kisah-kisah beliau, karena beliau juga tidak pernah mengundang wartawan untuk meliput blusukan beliau. Seperti ketika menyambangi salah satu rumah petani miskin didaerah kulonprogo. Bersama beberapa staf kementerian, beliau menginap di rumah salah seorang petani miskin di sana. Ketika beliau datang, si pemilik rumah menyiapkan tikar seadanya. Bahkan sebenarnya, si pemilik rumah tidak tahu pak Dahlan itu siapa. Baru tahu ketika ada berita di televisi. Dan beliau tidur di atas tikar tersebut bersama staf dan tuan rumah hingga adzan subuh bergema.

Ketika masih menjadi direktur Jawa Pos, beliau pernah berkunjung di salah satu cabang Jawa Pos di Jember.  Ketika itu, salah seorang office boy sedang mengepel lantai. Pak Dahlan, dengan santainya melewati lantai yang basah itu, mungkin tidak tahu. Si office boy tidak mengenal kalau pak Dahlan adalah direktur Jawa Pos, bos dari bos tempatnya bekerja. Tak ayal dia memarahi pak Dahlan karena sudah melewati lantai yang di pel. Bukannya marah, pak Dahlan malah tersenyum sambil minta maaf. Katanya, karena office boy tersebut sudah bertindak benar. Mungkin dalam hati beliau tertawa ngakak sambil berkata, “Tidak tahu siapa saya dia”.

Dalam tulisannya, beliau sering menuliskan sinar-sinar harapan yang mampu menyinari langit nusantara. Diantaranya tentang kincir angin. Banyak daerah di Indonesia yang belum mendapat pasokan listrik. Sebenarnya Dahlan meminta salah seorang putra Indonesia, Ricky Elson, pemegang 14 paten internasional, untuk membuat mobil listrik. Tetapi Ricky Elson juga memiliki impian untuk membuat kincir angin. Membuat kincir angin di Indonesia tidaklah mudah. Karena selain generatornya mahal, angin di Indonesia juga angin-anginan. Tetapi, Ricky Elson mampu menyelesaikan itu semua, dengan sempurna. Hingga akhirnya, dengan kincir angin ciptaannya sendiri, dia bisa menyinari beberapa desa di Sumba. Dan masih banyak lagi tulisan beliau tentang harapan baru dan juga membangun harapan untuk Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sing Nulis

authorMahmud Rofi'i. I'm no body.
Learn More ?