Rabu, 29 Juni 2016

Thailand Selatan


Daeng di Pattani

Bus perlahan beranjak meninggalkan perbatasan. Landscape yang sangat jauh berbeda terpampang di depan kami. Jalanan dengan rumut dan penataan rapi sudah tidak nampak lagi. Kami sudah memasuki wilayah Thailand. Kami memasuki Thailand melalui bagian negara kedah di Malaysia, menempuh perjalanan melalui Songkhla, salah satu provinsi di Thailand bagian selatan yang berbatasan langsung dengan wilayah Kedah.  Kami seperti memasuki ruang dan waktu yang berbeda, setidaknya, itu yang saya rasakan. Bangunan-bangunan tercecer di pinggir jalan bertuliskan aksara yang tidak saya mengerti sama sekali. Seperti tulisan pallawa yang tertera di prasasti-prasasti yang fotonya biasa ada di buku sejarah tetapi bukan tulisan pallawa. Seperti aksara jawa tetapi jauh lebih rumit daripada aksara Jawa.

Bus dengan atribut berbahasa melayu kami tetap tangguh melaju walaupun tidak istirahat dengan nyenyak semenjak menjemput kami dari Bandara. Jalanan disini besar-besar dan lengang. Dibandingkan Indonesia, untuk ukuran jalan provinsi, jalan di Thailand lebih besar. Oleh karena itu, mobil-mobil dikendarai ngebut-ngebut. Jalur kanan dan kiri dipisahkan oleh tanah cekung yang mungkin dulunya memang dikeruk. Jalanan yang kami lewati sebenarnya juga halus, lagi-lagi lebih halus jika dibandingkan dengan Indonesia, tidak tampak lobang disana sini.

Sekitar setengah jam kami berjalan, nampak memasuki wilayah perkebunan karet. Ada beberapa bangunan entah pabrik atau apa. Entah masih dipakai atau tidak. Mengingatkan saya pada film aksi mancanegara dengan setting negara konflik. Tidak jauh dari situ, ada beberapa tentara yang nampak berjaga di jalanan. Memeriksa setiap kendaraan yang lewat. Bukan tanpa alasan, karena wilayah Thailand selatan ini memang rawan konflik. Mungkin ini salah satu sebabnya kenapa daerah sini seperti kurang penataan. Pembangunan terfokus pada Thailand bagian utara. Seperti di Indonesia, pembangunan masih belum merata sampai daerah terluar.

Keluar dari daerah perkebunan, kami memasuki Hat yai, salah satu kota di provinsi Songkhla. Bangunan dan infrastruktur disini lebih mendingan, walaupun tidak seramai Jawa. Photo raja terpampang dimana-mana. Jika di Indonesia, di tengah jalan ada banner rokok, disini ada banner Raja dan keluarganya. Kami berhenti di pinggir jalan. Saya kira kami sudah sampai di tujuan. Ternyata kami di-ampir-kan (sekali lagi, saya tidak tahu Bahasa Indonesia dari kata tersebut) di rumah makan untuk makan siang. Makan siang pertama kali kami di Thailand. Saya harap saya menemukan sayur bening. Walaupun saya tahu harapan saya tersebut hampir mustahil. Hampir karena tidak ada yang tidak mungkin. Apalah daya manusia tanpa harapan.

Jam menunjukkan pukul 12.00. Jam disini sama dengan Waktu Indonesia Barat, GMT +7. Tetapi matahari terbit jam setengah tujuh pagi. Berbeda dengan Jawa yang terbit jam enam kurang. Cuaca sangat panas. Oleh karena itu saya berharap ada sayur bening. Untuk memesan menu, kami harus mengantri terlebih dahulu. Maklum, 93 Mahasiswa ditambah dosen pembimbing dan juga pengurus badan alumni dalam satu rumah makan. Setelah mendekat saya melihat menu apa saja yang disajikan. Dan alhamdulillah, sayur bening tidak ada. Saya sudah benar-benar di Thailand, bukan Indonesia.

Di rumah makan itu saya sempat berkenalan dengan beberapa orang. Ternyata dari Ponorogo, kota asal saya ada lagi selain saya dan Fina. Ada tiga mahasiswa dari Universitas Muhamadiyah Ponorogo. Bertemu tetangga sendiri di negara orang lain itu rasanya something. Ada kebanggan tersendiri mendapati Duta Perguruan Tinggi Indonesia dari kota sendiri tidak hanya satu dua orang, melainkan lima orang. Lima orang dari tiga perguruan tinggi yang berbeda. Dan kesemuanya perempuan, kecuali saya. Makan siang pertama di negeri gajah putih, ditemani cewek-cewek.

Selesai makan siang, kami bergegas melanjutkan perjalanan, menuju Pattani. Sampai daerah Pattani, jalanan masih saja lengang. Aura konflik masih terasa. Cuaca masih juga panas. Beberapa area pertokoan berjejer di pinggir-pinggir jalan. Sopir bus membelokkan kami disuatu tempat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sing Nulis

authorMahmud Rofi'i. I'm no body.
Learn More ?