Rabu, 29 Juni 2016

Masjid Putra dan Putrajaya, Salah satu potret kebanggaan Malaysia


Putra jaya (gambar dari google image)


Kami memasuki Malaysia yang sangat panas. Bus perlahan beranjak menuju Putra jaya, pusat pemerintahan Malaysia. Jalanan sangat lebar. Bahkan ada empat lajur untuk satu jalur. Sangat kontras dengan di Indonesia, setidaknya untuk jalan yang pernah saya lalui. Mungkin hanya jalur ini saja saya juga kurang faham, tetapi yang jelas, Malaysia benar-benar menunjukkan perkembangan pesatya sebagai salah satu negara dengan perekonomian yang bagus di Asia Tenggara. Kendaraan pun tertata rapi, tidak seperti di Indonesia yang semrawut. Sambil membanding-bandingkan keadaan antara kedua negara, sayapun tertidur.

Sampai di suatu temppat, tiba-tiba bus berhenti. Kami turun dari bus dan melihat langsung pusat pemerintahan Malaysia, Putra Jaya. Mungkin sebagian besar masyarakat Indonesia mengira, Kuala Lumpur adalah pusat pemerintahan Malaysia, seperti saya sendiri. Saya sendiri baru tahu bahwa Pusat Admnistrasi pemerintahan Malaysia dipindah dari Kuala Lumpur ke Putra Jaya. Sedangkan Kuala Lumpur tetap menjadi pusat perekonomian Malaysia. Sama dengan Amerika Serikat yang menjadikan Washington D.C. sebagai pusat pemerintahan sedangkan New York sebagai pusat perekonomian. Itu yang saya tahu setelah saya bertanya kepada dosen Universitas Negeri Malang yang duduk dibelakang saya. Padahal saya juga belum tahu mana itu New York dan mana itu washington D.C.. Yah semoga kapan-kapan bisa mampir kesana.

Setelah kami turun dari bis, kami menuju Masjid Putra, salah satu masjid indah di Putrajaya. Masjid ini berdiri di atas danau buatan dan berada di seberang jalan tidak terlalu jauh dari gedung Perdana Menteri. Masjid ini tidak saja berfungsi sebagai tempat ibadah tetapi juga sebagai salah satu destinasi wisata menarik di Putrajaya. Walaupun begitu, pemerintah Malaysia tidak ingin mengotori kesucian masjid ini dari turis-turis yang memperlihatkan auratnya ketika memasuki area masjid. Oleh karena itu, mereka menyediakan semacam jilbab lebar yang menutupi seluruh lekuk tubuh para turis. Masjid ini juga sangat luas, walaupun sepertinya tidak seluas masjid Akbar di Surabaya. Yah saya sedikit tahu karena pernah sekali Sholat disana ketika diajak abah yai ziaroh wali jawa timur bersama santri-santri yang baru lulus. Lha wong saya ini jarang bepergian jauh, jadi yang saya tahu ya hanya sekitaran kota eh kabupaten tempat saya tinggal. Ketika tahu masjid yang besar gini ya nggumun.

Masjid putra (juga dari google image)

Di dalam area masjid, terdapat halaman yang lumayan luas dan sangat bersih, mungkin juga berfungsi untuk menampung Jamaah ketika sholat Id atau sholat hari raya. Saya sendiri juga kurang begitu paham kenapa ketika shalat Id, jamaah akan membludak mengalahkan ketika solat jum’at. Sedangkan ketika sholat lima waktu, bahkan dua baris pun sudah tergolong banyak. Padahal, sholat Id adalah sunnah, sedangkan sholat Jum’at dan sholat lima waktu, itu wajib. Di Halaman juga dibangun taman-taman yang menambah indah pemandangan. Di sebelah kanan masjid terdapat menara yang tinggi entah berapa meter, saya juga tidak kober menghitungnya. Bukannya langsung sholat jama’ dluhur dan ashar, kami malah asik berfoto disana. Tak lupa saya berfoto dengan mantan dari teman saya tersebut, si Fina, untuk nantinya saya pamerkan. Maafkan saya yaa :D

Menyadari kami sudah terlalu asik mengabadikan momen sampai kami lupa waktu, kami bergegas untuk solat terlebih dahulu. Tetapi, masjid sebesar ini, mana tempat wudlunya?. Setelah tanya-tanya, kami ditunjukkan sebuah ruangan di kiri masjid yang terdapat tangga menuju ke bawah. Di bawah masjid tersebut, kami masih harus tanya lagi tempat wudlunya. Akhirnya kami sampai juga di tempat wudlu tersebut. Di sana juga terdapat kamar mandi dan juga toilet. Ya memang harus ada, lha masak masjid sebesar ini tidak ada kamar mandi dan toiletnya, lak yo ngisin-ngisini. Dalam cuaca yang panas seperti ini, memang pas kalau kami mandi terlebih dahulu. Tapi ya yang pasti kami mandi sendiri-sendiri, tidak bareng-bareng. Dan byurrrr, loh kok aneh airnya, persis seperti air di koolam renang, penuh kaporit. Sudahlah tidak usah saya ceritakan kegiatan saya di kamar mandi setelahnya, yang jelas, bukan hal yang negatif.Singkat cerita, kami kembali keatas untuk menunaikan sholat. Lha kok ketika keatas saya sudah berada di tangga yang jauh dari tangga yang pertama. Malah lebih dekat ke pintu masuk masjid. Kamipun harus berjalan agak jauh lagi untuk sholat diteras masjid.

Siluet Masjid Putra


Waktu sudah beranjak semakin sore, teman-teman yang lain juga sudah beranjak meninggalkan masjid menuju bus masing-masing. Tak ingin ketinggalan, kamipun bergegas mengikuti. Perlahan bus meninggalkan area masjid. Ada pemandangan unik sebelum kami meninggalkan tempat tersebut. Tampak berbondon-bondong klub vespa mulai membanjiri sekitaran alun-alun depan masjid yang juga depan gedung kementerian. Yang berbeda dari klub vespa disini, mereka cenderung lebih rapi dan lebih bersih, dari gaya berpakaian, modifan vespa hingga cara memarkir vespa. Berbeda ketika saya menjumpai klub vespa yang berada di tempat saya tinggal yang cenderung terlihat jarang mandi.

Kami kembali melewati jalan raya yang besar dan rapi ini. Sepanjang pinggir jalan ada banyak gedung megah milik pemerintahan. Di tengah jalan juga terdapat taman-taman yang luas yang memisahkan antar lajur. Juga banyak ruang terbuka hijau yang tertata rapi. Putrajaya sendiri merupakan kota yang indah dan futuristik. Dari cerita yang saya dapat dari penjaga Masjid Putra, Kota ini dibangun sejak 1993. Awalnya, wilayah ini adalah perkebunan kelapa sawit yang sangat luas. Jika ingin tahu lebih lanjut, coba tanya saja sama mbah gugel. Yang pasti, Indonesia harusnya tak malu untuk belajar kepada Malaysia jika ingin memindahkan Ibukotanya.
Entah ini memang jalan Tol  yang kami lewati saja atau semua jalan memang seperti ini saya tidak tahu. Semua terkesan lebar dan rapi. Tidak ada kemacetan disana sini. Tanaman dan rumput di sepanjang pinggir jalan juga di pangkas rapi turut menghiasi keindahan Malaysia. Dan sampai perbatasan Thailand, Malaysia tetap istiqomah memanjakan para tamunya. Sebelum melewati perbatasan, kami di-ampir-kan (saya tidak tahu bahasa indonesianya atau ini memang sudah bahasa Indonesia) di tempat penukaran uang. Sebenarnya tempat tersebut hanyalah rest area saja. Tetapi memang mereka menawarkan jasa untuk menukarkan uang juga. Sebenarnya kami juga sudah menukarkan uang ketika di Indonesia, tetapi kami menukarkan uang juga disini. Untuk jaga-jaga.

Belum sampai setengah jam kami meninggalkan rest area tersebut, sudah terpampang di depan kami, “welcome to Thailand”. Ucapan selamat datang terpampang jelas dengan tulisan warna hitam dan background merah putih biru bergaris-garis seperti bendera Thailand. Saya meyakinkan diri sendiri dengan bertanya kepada Anam yang duduk bersandingan dengan saya, “Awake dewe nyang Thailand tenanan iki?”. Pertanyaan yang terus berulang sejak seminggu sebelum kami berangkat. Sebenarnya, bagi saya ini bukan sesuatu yang wah juga, hanya untuk menggoda teman-teman saya saja. “Tak kueprok ndhasmu lo ngko, opo muleh ae”, jawab Anam sambil Ngguya-ngguyu. Saya bayangkan, Thailand adalah negara maju dengan tingkat perekonomian tinggi di asia tenggara.Dan sebentar lagi, bayang-bayang tersebut akan terjawab setelah kami melewati garis perbatasan dua negara tersebut.
Gedung kementerian




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sing Nulis

authorMahmud Rofi'i. I'm no body.
Learn More ?