Senin, 06 Juni 2016

Penerbangan Pertama

Pemandangan dari atas awan

Setelah detik-detik yang melelahkan bagi saya, kami siap untuk berangkat. Tak lama sebelum berangkat, ada rombongan yang sepertinya juga mahasiswa. Mungkin mereka sama dengan kami. Kalau tidak salah, ada lima orang, dan semuanya perempuan. Kelihatan sekalai jikalau mereka kebingungan karena baru pertama kali kebandara. Saya amati kok sepertinya tidak asing. Yah sebagai sesama orang yang kelihatan belum pernah mencium bau bandara, kami pun mendekat dan berkenalan. Ealah ternyata salah satu dari mereka bolo dewe. Adik kelas ketika saya masih berada di MTs Al-Islam Joresan. Dan bukan hanya adik kelas, dia adalah mantan dari sahabat saya sendiri yang pernah sebangku di MTs. Tetangga dari sahabat seasrama saya di  PP. Sunan Ampel Banyuwangi, Fina Fastaqima. Dia anak Joresan asli yang mondok di Tebuireng. Kelima mahasiswi tersebut dari Universitas Hasyim Asy’ari Jombang.

Kami berangkat menggunakan Air Asia. Ini benar-benar pertama kali kami terbang, kec uali Santi dan Hadi yang sebelumnya pernah naik pesawat. Ketika pesawat naik, rasanya serrrrrrr. Doa terus kami panjatkan sambl tidak lupa memasang wajah sedatar mungkin biar tidak kelihatan katrok dan ndeso. Lha yo siapa yang bisa menjamin keseamatan kami. Kalau katanya cak nun, bisa saja hanya gara-gara kabel 1 yang sangat kecil putus sampai membuat sistem pesawat error. Ndak yo nggak jadi ke luar negeri. Sekali lagi, siapa yang bisa menjamin. Dan ketika pesawat masih terus naik, rasanya seperti dilempar menuju lantai delapan tetaapi tidak sampai. Dan sekali lagi, serrrrrr.

Perjalanan tidak bisa dibilang mulus. Karena ketika telah memasuki wilayah udara Malaysia, cuaca sangat mendung. Saya tahu bahwa saat itu berada di atas wilayah udara Malaysia karena memang kapten pesawat yang mengumumkannya. Dan tak lupa sang kapten memohon maaf begini, “mohon maaf penerbangan anda kurang nyaman karena cuaca sedikit mendung”. Kurang nyaman mbah e, ini bukan kurang nyaman lagi, lebih ke menakutkan. Tidak usah mohon maaf wong saya tidak menyalahkanmu, lha wong cuaca seperti ini kan di luar kuasamu. Mendung yang awalnya terlihat menggumpal indah berbentuk seperti rumah, hati, bintang, boneka kini menjadi sosok menakutkan seperti monster yang siap menelan pesawat kami (terlalu sering nonton kartun). Tetapi sepertinya hanya saya dan santi dari kami yang membuka mata, semua sudah terlelap dalam mimpi indah mereka. Mungkin mereka mimpi selfie bareng Nattasha Nauljam, atau mimpi makan bareng askar –pasukan kemerdekaan Thailand selatan- di sebuah gubuk yang masih kokoh di pinggiran desa.
awan hitam yang bergelayut

Setelah 4 jam berada di atas awan, akhirnya kami mendarat dengan selamat dan sehat wal afiat. Kami sudah disambut oleh Buya Amran dan para perwakilan badan Alumni yang lain. Badan Alumni adalah sebuah organisasi Sosial yang terdiri dari orang-orang Thailand Selatan yang menjadi alumi perguruan tinggi luar negeri. Termasuk Buya Amran yang merupakan alumni dari salah satu perguruan tinggi di Bandung. Tujuan mereka adalah untuk memajukan pendidikan di Thailand Selatan. Salah satunya dengan cara bekerja sama dengan berbagai Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta di Indonesia dalam program Student exchange atau pertukaran pelajar. Para mahasiswa diharapkan mampu untuk memajukan pendidikan di Thailand selatan, suatu tugas yang berat.

Setelah sampai di Bandara tersebut, ternyata kami adalah rombongan terakhir. Semua perwakilan dari berbagai Perguruan Tinggi se-Indonesia telah hadir berikut Dosen-dosen yang mengantarnya. Kami langsung dipersilahkan makan, makanan luar negeri pertama saya. Jangan harap kami makan di rumah maan mewah, malahan kami makan nasi kotak  di pojok  bandara.  Entah makanan apa itu. Untungnya masih nasi. Rasanya tidak bisa saya deskripsikan. Mengingat itu adalah makanan luar negeri pertama saya, saya habiskan gitu aja.Tidak sembarang orang bisa makan makanan ini, dalam hati saya. Perlu seleksi, mengurus passpor, visa, tiket hingga akhirnya sampai disini.

Di jadwal harusnya kami sudah meninggalkan bandara, menuju masjid putra, Putra jaya Malaysia. Entah kenapa memilih masjid itu untuk jama’ sholat, mungkin masjidnya bagus. Tetapi bis yang akan mengangngkut kami ke Thailand tidak kunjung datang. Saya kira, di Indonesia saja ada kata terlambat. Eh ternyata Harapan Baru lebih tepat waktu daripada bis yang kami tunggu. Ngomong-ngomong soal bis, jelas bis di Indonesia, khususnya di Jawa –yang pernah saya rasaan- jauh lebih garang daripada bis di sini. Jika di Jawa, bis adalah raja jalanan yang sesungghnya.

Lama kami mennunggu sampai terkantuk-kantuk. Udara di luar bandara sangat panas. Dan kami sekarang berada di luar bandara kurang lebih sudah satu jam. Udaranya tidak beda jauh dengan kaponan atau suren, tetangga desa saya ketika panas terik. Juga tidak beda jauh dengan Surabaya. Tetapi jangan bandingkan dengan Jakarta, karena saya tidak tahu rasanya berada di Jakarta, walaupun tiga puluh detik saja seperti pertemuan saya dengan bulek Zarrina ketika di Juanda. Sampai akhirnya bis yang kami tunggu tiba. Kami melanjutkan perjalanan lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sing Nulis

authorMahmud Rofi'i. I'm no body.
Learn More ?