Sabtu, 03 September 2016

Suka Produk Indonesia



Seperti yang pernah saya ceritakan, banyak pelajar Thailand selatan yang ingin belajar di Indonesia. Dan juga banyak yang sudah berada di Indonesia. Konsulat Indonesia di Songkhla mencatat, rata-rata mereka mengeluarkan 1200 visa pelajar Thailand. Salah satunya, termasuk anak baboh. Hari itu baboh pulang dari Indonesia setelah mengikuti rombongan badan alumni yang mengantarkan oara pelajar Thailand ke tempat mereka studi. Tentunya ada banyak cerita yang baboh bawa untuk diceritakan ke murid-murid dan guru-guru tentang kesan beliau selama seminggu berada di Indonesia. Mulai dari cerita sekolah-sekolah yang dikunjungi, jalanan yang ramai (jauh lebih ramai dari Thailand, katanya), populasi yaang sangat banyak san tentunya, makanan khas.

Selain pulang membawa cerita, tentunya tak elok jika tidak membawa oleh-oleh. Seminggu ke luar negeri pulang tak membawa oleh-oleh, tentunya akan membuat semua orang memandang kita layaknya koruptor yang telah mencuri harta rakyat jelata. Pantas untuk dihukum seberat-beratnya. Sepertinya baboh tak ingin haal itu terjadi pada diri beliau.

Sehari setelah pulang dari Indonesia, baboh mengumpulkan semua guru untuk membahas hal-hal yang tidak saya pahami, blas. Mereka semua berbicara dengan bahasa Thailand yang sangat cepat sekali. Sedikitpun saya tidak tahu mereka berbicara apa. Rasanya seperti nomton film Thailand tanpa subtitle. Cuman bedanya, saya tidak berada di depan lapto (maklum pecinta film gratisan), tetapi langsung berada di tempat shoting, live.

Saya kira, setelah acara tersebut selesai, baboh mengeluarkan amplop untuk dibagi ke guru-guru, termasuk saya. Maklum saya belum pernah mendapat uang saku sejak pertama kali menginjakkan kaki ke Thailand. Berbeda dengan teman-teman, lancar jaya. Ternyata bukan, baboh tidak mengeluarkan amplop, tetapi bingkisan. Sedikit kata yang saya pahami, “bingkisan dari Indonesia” katanya. “Mahmud tidak dapat”, sahut makcik istri baboh sambil tertawa. Saya hanya tersenyum menanggapinya. Lalu baboh mengeluarkan bingkisan satu persatu. Dan, jeng jeng jeng, baju batik sekitar 40-60 ribuan.

Yang tidak saya sangka, ekspresi dari guru-guru. Guru-guru yang kebanyakan perempuan itu, dan diantara perempuan  tersebut, mayoritas emak-emak, menunjukkan ekspresi yang sangat menghebohkan. Ekspresi mereka seperti cewek-cewek bertemu dengan artis korea pujaan hati ataupun cewek-cewek yang bertemu dengan boy band idaman mereka. Histeris tak terkendali. Dalam batin saya, “howalah, kalau hanya seperti itu di pasar ya mumbruk.” Sedangkan yang bapak-bapak hanya senyum-senyum saja. Entah pengen histeris tapi malu atau senyum karena bingung mengekspresikan kebahagiannya. Yang jelas, semua suka dengan batik, produk asli Indonesia.

Dari yang saya ketahui, banyak produk-produk made in Indonesia yang digemari di sini. Seperti cerita teman-teman yang dipuji ketika mengenakan produk-produk Indonesia mulai dari songlok di atas kepala hingga sepatu di bawah kaki. Juga yang perempuan. Menurut cerita kakak angkatan saya, dia diminta mengirimkan kerudung-kerudung dari Indonesia. Mereka suka, katanya. Bahkan ketika saya mengenakan jas almamater, jasket BEM ataupun jaket made in Indonesia, semua memujinya. Dan dengan sedikit berharap, diberikan kepada mereka. Ini yang nggak enak.

Yang pernah saya ceritakan juga, Iqro’ dan kitab-kitab karya ulama’ Indonesia yang diajarkan di sini. Dan produk yang paling banyak dipakai dari Indonesia adalah sarung. Pakaian tradisional muslim nusantara yang tak lapuk oleh zaman ini, sangat banyak beredar disini. Bahkan banyak sekolajan, yang gurunya selalu mengenakan sarung setiap mengajar. Mungkin berawal dari pertalian sejarah yang sangat kuat dengan tradisi keislaman di Indonesia sejak kesultanan islam Pattani belum dikuasai oleh Siam. Dan tradisi tersebut masih terus hidup hingga sekarang. Banyak sekali produk-produk made in Indonesia yang beredar. Bahkan yang di Indonesia tidak populerpun di sini ada. Seperti sarung merk “beer ali” dan juga merk “robot”. Dua merk ini saya pribadi belum pernah melihat dan mendengar kiprahnya di Indonesia, khususnya di daerah saya sendiri, jawa timur. Entah jika di daerah lain. “sarung merk apa ini”, Saya cuma membatin.

Yang populer di sini dan juga populer di Indonesia diantaranya adalah sarung samarinda. Sarung yang sangat khas yang tidak usah melihat merknya saja sudah bisa dipastikan bahwa sarung tersebut adalah sarung samarinda. Adalagi sarung legendaris yang pernah sangat populer di Indonesia dan masih populer disini, yaitu sarung gajah duduk.

Orang Thailand aja sukabsarung Indonesia, masa kita tidak?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sing Nulis

authorMahmud Rofi'i. I'm no body.
Learn More ?