Kamis, 08 September 2016

Sadar Sebagai Warga ASEAN




Seperti yang sudah kita ketahui bersama, tahun 2016 adalah tahun kebijakan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) diberlakukan. Banyak yang meragukan kesiapan Indonesia dalam mengahdapi kebijakan tersebut. Walaupun sebenarnya, saya pribadi sangat yakin bahwa Indonesia sangat siap menghadapinya. Tentu keyakinan saya tersebut sangat subyektif. Karena keyakinan saya tersebut bersasar dari pengalaman pribadi. Salah satu pengalaman tersebut, ketika saya berada di Thailand ini.

Dari 91 peserta KKN-PPL internasional di Thailand Selatan ini, banyak teman-teman yang mengeluhkan bahwa pendidikan di Indonesia jauh lebib baik daripada pendidikan di Thailand daerah selatan ini. Saya sendiri juga merasakan hal serupa. Entah apakah karena KKN-PPL kami berada di daerah pinggiran, berbatasan dengan Malaysia. Sehingga kami merasakan hal seperti ini. Ataukah sama saja dengan pendidikan di Thailand daerah tengaj dan utara, saya tidak tahu.

Tetapi ada satu hal yang sebenarnya mengganjal. Yaitu tentang kesadaran warga Indonesia. Seperti yang dituliskan Indy Hardono dalam artikelnya di Kompas, kita sebagai warga ASEAN seperti tidak merasakan bahwa kita adalah warga ASEAN. Dan saya sendiri, mulai sedikit merasakan sebagai warga ASEAN ketika berada di Thailand. Sebabnya sepele. Diantaranya, banyak sekolah-sekolah dan juga kantor-kantor pemerintahan di pasangi bendera ASEAN dan 10 bendera negara anggota ASEAN. Juga di buku-buku tulis. Dibalik sampul dicantumkan mara uang negara-negara ASEAN beserta konversinya dalam mata uang baht.

Sebelumnya,, saya pribadi merasakan, ttangga kita seperti Singapore,, Malaysia, Brunei, Thailand dan Filipina lebih asing daripada Arab, Mesir, Yaman bahkan Amerika dan Eropa. Apalagi tetangga yang lebih jauh seperti Myanmar, Laos, Vietnam dan Kamboja. Ora kenal blas. Mungkin Malaysia masih tidak terlalu asing. Tetapi karena alasan persaingan, gengsi dan statemen-statemen bung Karno tentang Malysia, menjadikan saya merasa asing dengan Malaysia. Bayangkan saja jika ada orang Vietnam tinba-tiba datang ke suatu sekolah di Banyuwangi lalu mengajar disana. Pastilah dikira turis nyasar.

Tetapi hal tersebut tidak saya rasakan di sini. Saya tidak merasakan sebagai turis asing. Saya merasaakan warga Thailand sadar bahwa mereka jugalah warga ASEAN. Sebagai contoh kecil, anak-anak Thailand, yang walaupun berada di Thailand daerah pinggiran, yang notabene pendidikannya dikeluhkan oleh teman-teman, mereka hafal di luar kepala bendera negara-negara ASEAN. Memang hal tersebut tidak bisa atau belum cukup untuk dijadikan tolak ukur . Tetapi saya yakin, banyak dari pelajar Indonesia yang bahkan tidak bisa membedakan antara bendera Myanmar dan bendera Laos.

Contoh kecil lain, ketika saya bercengkerama dengan pelajar-pelajar di sini. Pelajar yang masih kecil-kecil itu, sering kali bertanya tentang Indonesia. Ini di Indonesia ada atau tidak,, itu di Indonesia ada atau tidak, ini namanya apa jika di Indonesia. Sebenarnya pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang wajar. Tetapi tiba-tiba di suatu kesempata mereka minta diajari lagu Indonesia Raya. Bukan itu saja. Saat saya sedang sibuk dengan telepon pintar saya, mereka meminta untuk diputarkan lagu-lagu kebangsaan negara-negara ASEAN via youtube. Awalnya Indonesia, lalu menjalar ke lagu kebangsaan Malaysia, berturut-turut pula minta dimainkan lagu kebangsaan Myanmar, Laos, Vietnam, Kamboja, Filipina, Singapura dan Brunei. Mereka tidak meminta diputarkan lagu kebangsaan negara-negara selain ASEAN . Walaupun itu adalah negara maju ataupun negara yang terkenal dengam sepakbolanya.

Beberapa contoh kecil tersebut, bukankah sudah bisa membuktikan bahwa warga Thailand sadar bahwa mereka adalah warga ASEAN. Dan hal tersebut juga membuat saya sadar sebagai warga ASEAN. Jika ada pertanyaan, kenapa kita harus sadar? Jawabnya mudah saja, bagaimana kita bisa bermain bola jika kita sedang tidur?.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sing Nulis

authorMahmud Rofi'i. I'm no body.
Learn More ?