Jumat, 26 Februari 2016

Baluran Dan Pesonanya




Kami melanjutkan perjalanan setelah turun dari menara pantau. Menara pantau tersebut terletak di atas bukit yang tidak terlalu tinggi. Ada sebuah penunjuk arah yang mengarahkan ke menara pantau. Untuk menuju kesana, cukup mengikuti penunjuk arah tersebut. Jalur untuk kesana juga dibuatkan tangga. 

Tak perlu berlama-lama, kami langsung bergegas mengendarai sepeda motor. Udara siang ini tidak terlalu panas. Kami mengendarai sepeda menuju ke pantai bama, pantainya TN Baluran. Sebenarnya kami ingin berfoto di depan barisan kepala banteng. Tapi pada saat itu masih ada rombongan yang berfoto disitu. Tak apalah bisa berfoto sepulang dari pantai nanti. Jalan menuju pantai membelah tengah-tengah savana. Kami melihat kawanan kijang berlarian di arah kanan kami. Tapi sayang agak jauh. Kamera saya tidak bisa mengambil pemandangan tersebut. Sepertinya kawanan kijang tersebut sedang kehausan. Mereka berlari menuju kubangan air. Ada banyak jejak kawanan kijang disini. Jika dilihat dari atas menara pantaupun jejak tersebut kelihatan jelas. Mungkin tekstur tanah yang kali ini basah karena musim penghujan.

Walaupun musim penghujan, saya berharap hari ini tidak kehujanan disini. Sembari melihat pemandangan, kami mendapati beberapa anak yang juga terlihat sangat menikmati momen-momen ini. Mereka sepertinya anak kuliahan semester awal. Mereka sepertinya juga akan ke pantai. Tetapi mereka tidak mengendarai sepeda, mereka memilih untuk berjalan kaki. Sebenarnya jarak dari pondokan ke pantai hanya 3 KM. Tetapi kami juga mengejar waktu. Maksimal jam 15.30 sudah bergegas pulang. Sebenarnya, pemandangan di pantai tak seindah pantai-pantai lain di daerah Banyuwangi selatan. Tetapi pemandangan di jalan menuju pantai ini yang benar-benar subhanallah. Pemandangan hamparan savana yang sangat luas. Kawanan hewan-hewan yang saling bercengkerama di kejauhan. Benar-benar seperti di afrika yang di siarkan dalam acara hewan-hewan di televisi itu. Saya menyebutnya acara hewan-hewan. karena saya suka melihat acara tersebut di waktu kecil. Pada saat itu saya tidak tahu nama acaranya. Bersama kawan-kawan  dan juga masyarakat kami, menyebutnya acara hewan-hewan begitu saja.



Di tengah perjalanan kami berhenti sejenak untuk sekedar mengagumi ciptaan-Nya. Kami berhenti di depan papan bertuliskan Taman Nasional Baluran. Di situ adalah salah satu tempat wajib sebagai objek foto ketika mengunjungi Baluran. Sepertinya memang tepat sekali memasang papan tersebut di situ. Hamparan savana dan gunung Baluran yang menjulang tinggi sebagai background, menjadi satu hal yang tak boleh terlewat dari bingkai kamera. Papan nama tersebut berada di kanan jalan jika dari arah pondokan. Ada beberapa tempat duduk di samping-sampingnya. mungkin memang dipasang di situ untuk berfoto. Di sebelah kiri ada tempat duduk juga yang dipasang di bwah pohon. Dari sini pemandangan terindah Baluran memanjakan mata.

Kaawanan Rusa
Pesona Baluran


Setelah puas mengambil gambar, kami melanjutkan perjalanan. Pantai sudah sangat dekat dari sini. Sebelum memasuki daerah pantai, banyak sekali hewan-hewan yang lalu lalang. Terlihat satu burung merak dengan bulu-bulu indahnya berlenggak lenggok . Kawan kijang juga terlihat tidak terlalu jauh dari jalan. Tapi mereka sangat pemalu. Entah malu atau takut.Tidak lama,  akhirnya kami sampai di pantai bama. Di kawasan pantai ini terdapat kantor untuk perhutani, ada juga warung makan yang jarang buka. Baru pertama kali ini saya melihat warungnya buka .Mungkin memang musim jalan-jalan, jadi si pemilik warung membukanya. Ada juga Musholla kecil yang lebih kecil dari musholla di pondokan. Walaupun sepertinya lebih terawat. Kami langsung menuju bibir pantai. Di sana ada beberapa meja dan tempat duduk dari batang pohon besar. Kami memilih duduk di situ sambil melihat hasil jepretan saya. Ya walaupun tak seindah hasil karya fotografer yang masih amatir sekalipun, saya sudah cukup puas. 

Pantai ini dikelilingi oleh pohon mangrove. Tak jauh dari pantai ini pula ada pohon mangrove terbesar se-Asia. Kami tidak mendatanginya, karena saya dulu sudah pernah melihatnya. Tak lama kami menikmati sepoi-sepoi angin pantai, kami bergegas menuju mangrove trail (jembatan mangrove), 200 meteran dari pantai. Mangrove trail ini menjulur hingga ke laut. Kami melewati mangrove trail ini sambil tak lupa mengabadikan gambar. Di bawah mangrove trail ada air payau campuran air laut dan tawar. Terlihat beberapa ikan berenang kesana kemari mengelilingi akar pohon mangrove. Tetapi, disini sangat banyak nyamuk. Kami berjalan agak cepat ke ujung mangrove trail di tepi laut.

Di tepi laut ini jembatan mangrove berakhir. Terakhir kali saya kesini, ada tangga ke bawah sampi permukaan air. Tetapi sekarang sudah rusak. Di sini kami bertemu dengan sepasang suami istri yang sedang memancing. Si suami memancing, si istri yang membawa bekal untuk suami. Benar benar membuat iri para perjaka. Kami agak berbincang-bincang sedikit dengan mereka. "Disini dulu banyak ikannya mas," kata si suami. "Tetapi setelah nelayan-nelayan suka ngebom ikan jadi sulit untuk mancing," lanjutnya bercerita. Sayapun bercerita di perjalanan kesini mendapati ikan yang berenang di sekeliling mangrove. "owh ikan itu tidak mau dipancing, percuma kalau mancing disitu." Agak jauh dari mangrove trail ini ada dua perahu yang berhenti. Si bapak melanjutkan ceritanya, "mereka itu sedang ngebom ikan, tadi saya dengar ledakannya, kalau ketahuan polisi ditangkap mereka, merusak alam saja." Sebenarnya tidak semua nelayan melakukan hal tersebut. Hanya sebagian nelayan saja yang memang tidak peduli dengan alam ini. 

 
Mangrove Trail


Perjalanan ini memberi saya banyak pelajaran. Bagi saya, hasil akhir perjalanan ini bukanlah yang utama, tetapi perjalanan mencapai hasil inilah yang utama.Waktu berjalan begitu cepat. Padahal saya merasa tadi berhenti hanya sebentar-sebentar saja. sayapun bergegas untuk kembali. Sebelum pulang, kami mampir dulu ke penangkaran banteng jawa. Setelah itu langsung segera pulang, karena bau hujan sudah mulai tercium.

Cerita Tentang Monyet

Entah kenapa setiap memasuki kawasan Taman Nasional selalu saja ada monyet. Di TN alas purwo banyak, Di TN meru betiri juga banyak. Padahal ikon hewan di TN Baluran adalah banteng jawa, kenapa yang banyak justru monyet. Mungkin memang populasi monyet disini termasuk terbesar dibanding dengan hewan-hewan yang lain. monyet memang termasuk dalam kategori omnivora, doyan apa saja. Hal itu bisa dilihat dari dua sisi. Disatu sisi, monyet bisa dikatakan narimo ing pandum, menerima apa adanya. Ada buah ya di terima, ada daging ya diterima. Tidak ada daging, tidak ada buah ya bisa makan yang ada saja. Oleh karena itu mereka jauh dari ancaman kepunahan. Di sisi lain, mereka ini juga serakah. Sudahlah tidak usah diceritakan keserakahan mereka. La wong tidak beda jauh dengan kita.

Ready for race

Untuk monyet di TN Baluran sendiri antara yang berada jauh dari pantai berbeda dengan yang berada dekat pantai. Yang jauh dari pantai rata-rata monyet takut dengan manusia. Tetapi ketika tas diletakkan, dan ditinggal agak jauh, jangan harap tas anda selamat dari tangan-tangan monyet. Berbeda dengan yang berada di dekat pantai, lebih parah. selain menjarah isi tas, terkadang mereka juga berani dengan manusia. Mungkin mereka sudah terbiasa di beri makan oleh pengunjung. Ini salah satu kebiasaan yang sebenarnya ditinggalkan saja. Karena kalau monyet-monyet tersebut terbiasa diberi makanan oleh pengunjung, mereka akan meminta kepada pengunjung lain yang datang di esok hari. Tetapi ada yang unik dari monyet-monyet ini. Jika monyet-monyet yang lain takut air, mereka malah terbiasa berenang dilaut. Mereka memanjat mangrove, loncat dan byurrrr . . . . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sing Nulis

authorMahmud Rofi'i. I'm no body.
Learn More ?